Hakikat Negara Hukum
Seorang
filosof Rumawi kuno bernama Cicero (106 - 43 SM) pernah menyatakan "Ubi
societas ibi ius", yang berarti "dimana ada masyarakat di situ ada
hukum". Ungkapan tersebut menunjukan bahwa setiap manusia dimanapun berada
selalu terikat oleh aturan atau norma kehidupan. Ketika anda berada di rumah,
di lingkungan masyarakat, di jalan raya, di sekolah, dan dalam menjalankan
aktivitas sebagai warga negara tidak terlepas dari aturan-aturan yang harus
dipatuhi. Apabila norma-norma terseubt dilanggar, maka kita akan mendapat
sanksi sesuai dengna jenis dan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Setiap aktivitas manusia baik pemerintah maupun rakyat terikat oleh aturan atau
hukum. Hukum dibuat untuk dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan aktivitas
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika setiap orang
(baik pemerintah ataupun rakyat) yang melakukan pelanggaran hukum diberi sanksi
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, maka negara tersebut dapat dikatakan
negara hukum.
Baiklah warga belajar sekalian, untuk lebih memahami hakikat dan pengertian
hukum tersebut. Para ahli memberikan rumusan hukum yang beraneka ragam dan
berbeda-beda, yang tidak ada keseragaman pandangan diantara para ahli. Mengapa
demikian? Perbedaan rumusan pengertian atau definisi hukum tersebut disebabkan
oleh perbedaan sudut pandang atau poit of view dari para ahli dan perbedaan
latar belakang keahlian dari para pakar. Berikut ini disajikan pandangan para
ahli tentang pengertian hukum.
1. J.C.T Simorangkir dan W. Saspranoto,
bahwa hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan
resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi
diakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
2. Mochtar
Kusumaatmadja,
bahwa hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah beserta asas-asas yang mengatur
pergaulan hidup dalam masyarakat yang bertujuan memeliharah ketetiban serta
meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah itu
sebagai kenyataan dalam masyarakat.
3. S. M. Amin, SH., dalam bukunya
berjudul Bertamasya ke Alam Hukum menyatakan "Hukum ialah
kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi
itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam
pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara".
4. Utrech, yang berpendapat bahwa hukum merupakan himpunan
peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus
tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
5. Leon Duguit menyatakan,
"Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama
terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu".
6. Immanuel Kant, "Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan
ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan".
Dari definisi atau pengertian-pengertian di atas, jelaslah bahwa rumusan hukum
yang dikemukakan para ahli berbeda-beda. Walaupun Hukum sulit didefinisikan dan
terlalu banyak selum beluknya, tetapi untuk lebih memudahkan tentang batasan
atau definisi tentang hukum, itu mempunyai unsur-unsur hukum yaitu :
1. Peraturan mengenai tingkah lalu dalam pergaulan masyarakat;
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
3. Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa, dan
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Selain itu, hukum memiliki ciri-ciri yaitu:
1. adanya perintah dan/atau larangan
2. Perintah dan/atau larangan itu harus ditaati setiap orang.
Berdasarkan hal tersebut, hukum adalah norma yang bersumber dari perintah atau
negara. Agar hukum itu ditaati oleh semua orang yang terlibat di dalamnya, maka
hukum itu dilengkapi dengan sifat memaksa, artinya, mau tidak mau, atau senang
tidak senang setiap orang harus patuh dan tunduk terhadap hukum yang berlaku.
Misalnya, jika anda mengendarai sepeda motor tidak memakai helem, maka akan
dikenai sanksi berupa denda atau tilang. Jika tidak mematuhi peraturan sekolah
akan dikenai sanksi sesuai dengan hukum (tata tertib) yang berlaku di sekolah.
Contoh lain dalalm KUHP ditegaskan "Barang siapa dengan sengaja
menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum karena membunuh dengan hukuman
setinggi-tingginya 15 tahun".
Sedangkan pengertian tata hukum adalah keseluruhan hukum yang berlaku dalam
tata pergaulan hidup bernegara. Hukum adalah peraturan yang dibuat leh penguasa
(pemerintah) atau alat yang berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat atau negara.
Adapun negara hukum adalah negara yang mendasarkan segala sesuatu baik tindakan
maupun pembentukan lembaga negara pada hukum tertulis atau tidak tertulis.
Ciri Ciri Negara Hukum
Terdapat
ciri-ciri yang menonjol dari Negara hukum. Ciri-ciri Negara hukum itu antara
lain ialah sebagai berikut:
1.
Terdapat
pengakuan serta juga perlindungan atas(HAM) Hak Asasi Manusia
2.
Terdapat
juga peradilan yang bebas serta tidak memihak,
3.
Terdapat
legalitas didalam arti hukum.
Alasan
Menjadi Negara Hukum
1.
Legitimiasi
demokrasi
2.
Demi
kepastian hukum
3.
Tuntutan
perlakukan yang sama
4.
Tuntutan
akal budi
Unsur-Unsur Negara Hukum Secara Umum
1.
Dihargainya
HAM
2.
Munculnya
pembagian atau juga pemisahan kekuasaan didalam menjamin
hak-hak tersebut
3.
Pemerintah
dijalankan dengan menurut perundang-undangan
4.
Munculnya
suatu peradilan administrasi didalam mengatasi perselisihan diantara rakyat
serta pemerintah
Ciri-Ciri Negara Hukum Menurut Para Ahli Hukum
Menurut dari ahli
hukum Eropa Kontinental Friedrich Julius Stahl, ciri-ciri dari Rechtsstaat
ialah sebagai berikut:
Hak
asasi manusia (HAM).
1.
Pemisahan
atau juga pembagian kekuasaan untuk dapat menjamin HAM yang biasa dikenal
denganTrias Politika.
2.
Pemerintahan
itu berdasarkan peraturan-peraturan.
3.
Peradilan
administrasi didalam suatu perselisihan.
Menurut ahli hukum
Anglo Saxon kalangan dari Av Dicey memberikan ciri-ciri Rule of
Law ialah sebagai berikut :
1.
Supremasi
hukum, tidak boleh terdapat kesewenang-wenangan, artinya ialah seseorang
tersebut hanya boleh dihukum apabila melanggar hukum.
2.
Kedudukan
sama apabila didepan hukum.
3.
Terjaminnya
Hak Asasi Manusia didalam undang-undang atau juga keputusan pengadilan.
Sebuah
komisi para juris yang tergabung didalam suatu International Commission of
Jurits dikonferensi di Bangkok pada tahun 1965 merumuskan ciri-ciri
pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law yang dinamis. Ciri-ciri
tersebut antara lain ialah sebagai berikut :
1.
Perlindungan
konstitusional;
2.
Badan
kehakiman yang bebas serta juga tidak memihak;
3.
Kebebasan
untuk dapat menyatakan pendapat;
4.
Pemilihan
umum yang bebas;
5.
Kebebasan
untuk dapat berorganisasi serta beroposisi;
6.
Pendidikan
Civics (kewarganegaraan).
Menurut
Montesquieu. Menurutnya negara yang paling baik ialah negara hukum, Dikarenakan
di dalam konstitusi tersebut di banyak negara terkandung 3 inti pokok yakni :
1.
Perlindungan
Hak Asasi Manusia ,
2.
Ditetapkannya
suatu ketatanegaraan negara,
3.
Membatasi
kekuasaan serta juga wewenang organ-organ negara.
Franz Magnis Suseno
mengemukakan 5 ciri dari negara hukum, yakni :
1.
Fungsi
kenegaraan tersebut dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai ketetapan
UUD.
2.
UUD
tersebut menjamin HAM ialah yang paling penting. Disebabkan karena tanpa
jaminan tersebut, maka hukum tersebut akan menjadi sarana penindasan.
3.
Lembaga
atau badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing dengan selalu dan juga
hanya taat pada dasar hukum yang Sudah ditentukan.
4.
Terhadap
tindakan badan atau lembaga negara, masyarakat tersebut bisa mengadu ke
pengadilan.
5.
Badan
kehakiman bebas serta juga tidak memihak.
Mustafa Kamal Pasha
(2003) menyatakan ialah ada 3 ciri khas negara hukum, yakni :
1.
Pengakuan
serta perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia
2.
Peradilan
yang bebas dari adanya pengaruh kekuasaan lain serta juga tidak
memihak
3.
Legalitas
didalam artian hukum dalam segala bentuknya.
Prof.
Sudargo Gautama menyatakan 3 ciri negara hukum, yaitu :
1.
Terdapat
adanya pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan, maksudnya ialah
negara tersebut tidak dapat bertindak dengan secara sewenang-wenang.
2.
Ada
Asas legalitas.
3.
Pemisahan
kekuasaan.
Pengertian Negara Hukum
Di
zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara
lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain
dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam
tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V.
Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara
Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen
penting, yaitu:
1.
Perlindungan
hak asasi manusia.
2.
Pembagian
kekuasaan.
3.
Pemerintahan
berdasarkan undang-undang.
4.
Peradilan
tata usaha Negara.
Negara
hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Rule of
Law. Rule of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan
yuridis dari gagasan kostitusionalisme. Dalam arti sederhana rule of Law
diartikan oleh Thomas Paine sebagai tidak ada satu pun yang berada di atas
hukum dan hukumlah yang berkuasa. Oleh karena itu, konstitusi dan negara
(hukum) merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Secara
sederhana yang dimaksud negara hukum adalah negara yang penyeleggaraan
kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya negara dan
lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh
hukum dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam negara hukum,
kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi
hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum. (Mustafa Kamal
Pasha,2003).
Negara
berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme)
sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak boleh
mengabaikan tiga dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh
karenanya negar dalam melaksakan hukum harus memperhatikan tiga hal tersebut.
Dengan demikian hukum tidak hanya sekedar formalitas atau prosedur belaka
darikekuasaan. Apabila negara berdasarkan hukum maka pemerintahan negara
itu harus berdasar atas suatu konstitusi atau undang-undang dasar sebagai
landasan penyelenggaraan pemerintahan. Konstitusi negara merupakan sarana
pemersatu bangsa. Hubungan antar warga negara dengan negara, hubungan anatar
lembaga negar dan kinerja masing-masing elemen kekuasaan berada pada satu
sistem aturan yang disepakati dan dijunjung tinggi.
Pengertian Politik Hukum Nasional dan Tujuannya
Pengertian
Politik hukum diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggara negara dalam
bidang hukum yang akan, sedang dan akan berlaku, yang bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang
dicita-citakan.
Pengertian Nasional sendiri yaitu wilayah berlakunya politik hukum itu.
Dalam Hal ini yang dimaksud ialah Yang tercakup dalam kekuasaan Negara Republik
Indonesia.
Dari pengertian diatas, dapat dikatakan Pengertian Politik Hukum
Nasionaladalah kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik Indonesia) dalam
bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang
dicita-citakan.
Dari Pengertian Politik hukum nasional diatas, ada lima agenda yang
ditekankan dalam politik hukum nasional, sebagi berikut :
1. masalah kebijakan yang meliputi konsep dan letak,
2.
penyelenggara negara sebagai pembentuk kebijakan dasar tersebut,
3. materi hukum yang meliputi hukum yang akan, yang sedang dan telah
berlaku,
4. proses pembentukan hukum,
5. tujuan politik hukum nasional.
Tujuan
Politik Hukum Nasional
Bila
merujuk pada kalimat terakhir Pengertian politik hukum nasional diatas, jelas
bahwa politik hukum nasional dibentuk dalam rangka mewujudkan tujuan cita-cita
ideal Negara Republik Indonesia. Tujuan politik hukum nasional meliputi :
1.
Sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki.
2.
Dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa indonesia
yang lebih besar.
Hubungan Antara Negara Hukum dan Demokrasi
Hukum
yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai
hukum yang dibuat atas dasar-dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Begitu
eratnya tali-menali antara paham negara hukum dan kerakyatan, sehingga ada
sebutan negara hukum yang demokratis atau democratische rechtsstaat.
Mungkin
tampak bahwa cita-cita demokrasi diwujudkan dengan sempurna jika bukan hanya
pembuatan undang-undang tetapi juga pelaksanaannya (eksekutif dan judikatif)
sepenuhnya demokratis. Namun demikian satu pengkajian lebih dekat menunjukkan
bahwa kenyataannya tidak demikian. Karena pelaksanaan menurut definisinya
semata adalah pelaksanaan hukum, maka pengorganisasian kekuasaan eksekutif
harus menjamin legalitas pelaksanaan. Fungsi eksekutif dan judikatif harus
sesuai mungkin dengan hukum yang dibuat oleh organ legislatif. Apabila
pembuatan undang-undang adalah demokratis, dan itu berarti pembuatan
undang-undang itu mencerminkan kehendak rakyat, maka semakin demokratis
pelaksanaannya semakin sesuai dengan postulat legalitas. Apabila
penyelenggaraan ini diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan dari
lembaga-lembaga ini, maka pengorganisasian semacam itu akan sepenuhnya
demokratis. Dalam kaitannya dengan negara hukum, kedaulatan rakyat merupakan
unsur materiil negara hukum, disamping masalah kesejahteraan rakyat.
Prinsip
demokrasi dari penentuan kehendak sendiri, dibatasi kepada prosedur pencalonan
organ-organ khusus ini. Bentuk pencalonan yang demokratis adalah pemilihan.
Organ yang diberi wewenang untuk membuat atau melaksanakan norma-norma hukum
dipilih oleh para subyek yang perbuatannya diatur oleh norma-norma hukum
ini. Untuk membuktikan hubungan yang sesungguhnya dari perwakilan,
tidaklah cukup bahwa wakil diangkat atau dipilih oleh yang diwakili. Wakil
perlu diwajibkan secara hukum untuk melaksanakan kehendak dari orang-orang yang
diwakilinya dan pemenuhan kewajiban ini harus dijamin oleh hukum.
Salah
satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas
legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat
administrasi berdasarkan undang-undang. Asas legalitas berkaitan erat dengan
gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut agar
setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari
wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan
negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus
didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar
rakyat yang tertuang dalam undang-undang.
Hakikat Hak Asasi Manusia (HAM)
Manusia
adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan segala
kesempurnaannya. Salah satu kesempurnaan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa
kepada manusia adalah "akal dan pikiran" yang membedakannya dengan
makhluk lain. Sejak diciptakan dan dilahirkan manusia telah dianugerahi hak-hak
yang melekat pada dirinya dan harus dihormati oleh manusia yang lain. Hak
tersebut disebut juga dengan hak asasi manusia (HAM).
Hak
asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia
sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang
dimiliki setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya,
karena ia berhadapan langsung dan harus menghormati hak yang dimiliki orang
lain. Hak asasi manusia terdiri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu hak
persamaan dan hak kebebasan. Tanpa adanya kedua hak ini maka akan sangat sulit
untuk menegakkan hak asasi lainnya.
Pengakuan terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan terhadap
segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian,
kita tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak utnuk
menikmati kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itupun
terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut, Tuhan memberikan sejumlah hak
dasar tadi dengan kewajiban membina dan menyempurnakannya.
Selanjutnya, John Locke seorang ahli ilmu Negara dalam buku Sistem
Pemerintahan IndonesiaTahun 2012 karangan Trubus Rahardiansyah menyatakan bahwa
hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang Maha
Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun
di dunia yang dapat mencabutnya. Hak sifatnya sangat mendasarbagi hidup dan
kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan
dalam kehidupan manusia.
Selain John Locle, terdapat pula tokoh nasional yang memberikan batasan tentang
hak asasi manusia. Beliau adalah Prof. Mr. Koentjoro Poerbapratono, dalam buku
Sistem Pemerintahan Indonesia (2012) karangan Trubus Rahardiansyah yang
menjelaskan hak asasi manusia adalah hak yang bersifat asasi, artinya hak-hak
yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari
hakikatnya sehingga sifatnya suci.
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasa 1 menyebutkan bahwa "Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat
hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia".
Berdasarkan rumusan-rumusan hak asasi manusia tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa
yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat,
atau negara.
Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah
menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan.
Keseimbangannya adalah antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi,
dan menjujung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara
individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer), dan
negara. Jadi, dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan
kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan
perseorangan, kepentingan tersebut tidak boleh merusak kepentingan orang banyak
(kepentingan umum). Karena itu, pemenuhan, perlindungan dan penghormatan
terhadap HAM harus diikuti dengan pemenuhan terhadap KAM (kewajiban asasi
manusia) dan TAM (tanggung jawab asasi manusia) dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, dan bernegara.
Dalam penerapannya, hak asasi manusia (HAM) tidak dapat dilepaskan dari
kewajiban asasi manusia (KAM) dan tanggung jawab asasi manusia (TAM). Ketiganya
merupakan keterpaduan yang berlangsung secara seimbang. Bila ketiga unsur asasi
yang melekat pada setiap individu manusia (baik dalam tatanan kehidupan,
pribadi, kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan, dan pergaulan global tidak
berjalan seimbang maka dapat dipastikan akan menimbulkan kekacauan dan
kesewenang-wenangan dalam tata kehidupan manusia.
Ciri Pokok Hakikat
HAM
a.
HAM tidak perlu diberikan, diminta, dibeli, ataupun diwarisi. HAM adalah bagian
dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa melihat jenis kelamin, ras, agama,
etnis, politik, atau asal-usul sosial dan bangsa.
c. HAM tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi
atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM. Oleh karena itu,
apabila HAM dilanggar oleh seseorang atau lembaga negara atau sejenisnya maka
akan dikenai hukuman.
Sejarah HAM Internasional
Pada
umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya
Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan
bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan
hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi
kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari
sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab
kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus
diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen.
Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam hukum bahwa raja terikat kepada hukum dan
bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada
masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja
mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan
kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
Lahirnya
Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan
lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul
adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before
the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi.
kemudian berkembang lagi dengan lahirnya teori Roesseau(tentang contract
social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya
yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John
Locke di Inggris dan Thomas Jeffersondi Amerika dengan hak-hak dasar
kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan
HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of
Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Mulailah
dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga
tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya
pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih
rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh
ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan
yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang
sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orang yang
ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai
ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas
mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of
property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan
pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654
tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world.
The second is freedom of every person to worship God in his own way-every where
in the world. The third is freedom from want which, translated into world
terms, means economic understandings which will secure to every nation a
healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth
is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide
reduction of armaments to such a point and in such a through fashion that no
nation will be in a position to commit an act of physical agression against any
neighbor-anywhere in the world."
Semua
hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta
manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat
universal, yang kemudian dikenal dengan The
Universal Declarationof Human Rightsyang
diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
Sejarah HAM Nasional
Deklarasi
HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10
Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat
manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang
dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang
Dunia II.
Deklarasi
HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara)
maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan
pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa
komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam
malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.
Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM sedunia itu
harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing
negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan
demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si
suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari
negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan
pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan
mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB
atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan
sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang
termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang
berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun
serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah
sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Di
Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan
telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak).
Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila
raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi
apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan.
Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterapkan oleh
Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum
Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam
perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.
Human
Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya
mengapa tidak disebut hak dan kewajiban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa
bukan Social Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang
menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya
kewajiban yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak
mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati
haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling
hormat-menghormati terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada
hak berarti ada kewajiban. Contoh : seseorang yang berhak menuntut perbaikan
upah, haruslah terlebih dahulu memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil
kerjanya. Dengan demikian tidak perlu dipergunakan istilah Social Rights karena
kalau kita menghormati hak-hak perseorangan (anggota masyarakat), kiranya sudah
termasuk pengertian bahwa dalam memanfaatkan haknya tersebut tidak boleh
mengganggu kepentingan masyarakat. Yang perlu dijaga ialah keseimbangan antara
hak dan kewajiban serta antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum
(kepentingan masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara
kebebasan dan tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak
semaunya, tetapi tidak memperkosa hak-hak orang lain. Ada yang mengatakan bahwa
pelaksanaan HAM di Indonesia harus sesuai dengan latar belakang budaya
Indonesia. Artinya, Universal Declaration of Human Rights kita akui, hanya saja
dalam implementasinya mungkin tidak sama dengan di negara-negara lain khususnya
negara Barat yang latar belakang sejarah dan budayanya berbeda dengan kita.
Memang benar bahwa negara-negara di dunia (tidak terkecualai Indonesia)
memiliki kondisi-kondisi khusus di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan
lain sebagainya, yang bagaimanapun, tentu saja berpengaruh dalam pelaksanaan
HAM. Tetapi, tidak berarti dengan adanya kondisi yang bersifat khusus tersebut,
maka prinsip-prinsip mendasar HAM yang universal itu dapat dikaburkan apalagi
diingkari. Sebab, universalitas HAM tidak identik dengan
"penyeragaman". Sama dalam prinsip-prinsip mendasar, tetapi tidak
mesti seragam dalam pelaksanaan. Disamping itu, apa yang disebut dengan kondisi
bukanlah sesuatu yang bersifat statis. Artinya, suatu kondisi tertentu tidak
dapat dipergunakan sebagai patokan mutlak. Kondisi itu memiliki sifat yang
berubah-ubah, dapat dipengaruhi dan diciptakan dari waktu ke waktu.
HAM di Indonesia
HAM
di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya bahwa HAM
adalah menjadi jaminan filsafat yang kuat dari filsafat bangsa. Beberapa
instrument HAM yang ada di Indonesia antara lain yaitu Undang - Undang Dasar
1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Undang –
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan instrumennya yaitu Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM . HAM dapat meliputi Hak – hak asasi
pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak. Hak – hak asasi ekonomi
(property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli
dan menjual serta memanfaatkannya. Hak – hak asasi politik (political rights)
yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih
dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik. Hak asasi untuk
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal
equality). Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights).
Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan.
Dan hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, dan peradilan. Namun seperti kita ketahui bersama,
pelaksanaannya masih sangat jauh dari apa yang diharapkan oleh semua rakyat
Indonesia, masih banyak terjadi pelanggaran - pelanggaran HAM yang terjadi di
negeri kita ini baik itu atas nama negara atau institusi tertentu.
Namun
apakah disengaja ataupun tidak , negara (dalam hal ini yaitu Komnas HAM)
sepertinya sangat lamban untuk mengungkap dan mengupas secara detail kasus –
kasus pelanggaran HAM yang terjadi baik itu kasus yang disorot media ataupun
yang tidak terlalu disorot . Apalago disaat Orde baru berkuasa , terlalu banyak
kasus – kasus pelanggaran HAM yang belum bisa terungkap dan tertutupi awal
tebal oleh konspirasi pihak elite kekuasaan pada saat itu dan diterusakan saat
ini . Dimulai sejak Soeharto menjabat sebagai presiden sampai Soeharto lengser
dalam peristiwa Mei 1998 oleh para Mahasiswa banyak sekali peristiwa –
peristiwa atau kasus – kasus dilakukan pemerintah yang sangat melanggar HAM,
beberapa contoh peristiwa atau kejadian dari pelanggaran HAM yang dilakukan
yaitu pada tahun 1965 dimana Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral
Angkatan Darat dan Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan
mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Lalu dilanjutkan
pada tahun 1966, pada tahun ini terjadi penangkapan dan pembunuhan tanpa
pengadilan terhadap anggota – anggota PKI yang masih terus berlagsung .
Hal ini sangat melanggar HAM, namun mengaa pemerintah seperti tidak tahu -
menahu tentang hal tersebut, munkin pada saat itu ada konfrontasi besar yang
ingin dilakukan oleh Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya, terbukti
dengan konfrontasi itu Soeharto dapat memimpin Indonesia selama 36 tahun
lamanya, mungkin bila ada pemilihan siapa politikus paling pintar di Indonesia
atau bahkan di Asia, Soeharto lah orangnya, karena dia seolah memimpin Indonesia
tanpa cacat di mata dunia. Benar memang asa hukum retroaktif tidak dapat
diterapkan, namun ini menyangkut kemashlahatan masyarakat kita sendiri,
terlebih untuk keluarga – keluarga atau keturunan dari korban – korban dari
pelanggaran HAM tersebut agar supaya mereka mendapatkan haknya yang direnngut
pemerintah kembali. Kembali ke masalah HAM di Indonesia, mengapa pelanggaran
HAM di Indonesia masih saja terjadi dari tahun ke tahun dan juga sampai saat
ini masih sering terjadi pelanggaran HAM itu, apakah pemerintah terlalu tegas
menindak oknum atau institusi yang menentang kekuasaannya ataukah memang
masyarakat kita yang terlalu anarkis sehingga pemerintah terpaksa melakukan
tindakan progresif untuk mengendalikannya. Mungkin semua itu dapat kita
kendalikan jika tidak ada tindakan – tindakan atau kebijakan – kebijakan dari
pemerintah yang memberatkan rakyat, karena biasanya rakyat bertindak
dikarenakan hal tersebut. Tidak akan ada suatu masyarakat menyerang atau
menuntut ke pemerintahannya jika tidak ada hal dasar yang melatarbelakanginya.
Lalu
bagaimana cara untuk menekan pelanggaran HAM yang terjadi selama ini, mungkin
salah satunya dengan cara lebih mensaktikan lagi lembaga khusus Hak Asasi
Manusia yang dimiliki pemerintah yaitu KOMNASHAM (Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia), karena selama ini KOMNASHAM hanya dapat memegang suatu kasus
pelanggaran HAM sampai batas pengaduan kasus, penyelidikan kasus, tanpa bias
menghakimi siapa oknum – oknum yang terlibat dalam kasus itu, alangkah baiknya
jika KOMNASHAM diberi wewenang untuk melaksanakan tindakan penghukuman atas
oknum yang terlibat dalam kasus tersebut. Memang akan butuh dana, butuh tenaga
ahli untuk melaksanakannya, namun bukankah rakyat Indonesia ini lebih dari
cukup untuk melaksanakan tugas itu, saya yakin bahwa rakyat Indonesia mampu
untuk itu. Dan memang butuh proses panjang untuk melaksanakan hal itu, butuh
waktu yang mungkin lama untuk merekrut ahli – ahli hokum diseluruh Indonesia
ini yang berkomitmen untuk mengamankan, mensejahterakan dan memajukan bangsa
ini dibidang Hak Asasi Manusia, butuh pejuang – pejuang HAM layaknya Moenir.
Perlu adanya Moenir Moenir baru untuk bangsa kita ini. Dan sebagai mahasiswa
yang dalam konotasinya adalah penyambung lidah – lidah rakyat, jangan sekali –
kali mengenal kata menyerah untuk memperjuangkan Hak – hak kita dan orang –
orang yang ada disekitar kita, agar kehidupan kita didunia ini lebih
bermanfaat.
HAM dan Demokrasi
Antara HAM dan demokrasi memiliki hubungan yang sangat erat. HAM tidak
mungkin eksis di suatu negara yang bersifat totaliter ( tidak demokratis ),
namun sebaliknya negara yang demokratis pastilah menjamin
eksistensi HAM. Suatu negara belum dapat dikatakan demokratis apabila
tidak menghormati dan melindungi HAM. Kondisi yang dibutuhkan untuk memperkokoh
tegaknya HAM adalah alam demokratis di dalam kerangka negara hukum ( rule of
law state ). Konsep negara hukum dapat dianggap mewakili model negara
demokratis ( demokrasi ). Implementasi dari negara yang demokratis
diaktualisasikan melalui sistem pemerintahan yang berdasarkan atas perwakilan (
representative government) yang merupakan refleksi dari demokrasi tidak
langsung. Menurut Julius Stahl dan A.V.Dicey suatu negara hukum haruslah
memenuhi beberapa unsur penting, salah satu unsur tersebut antara lain yaitu
adanya jaminan atas HAM. Dengan demikian untuk disebut sebagai negara hukum
harus terdapat perlindungan dan penghormatan terhadap HAM.[1]
Dari
pendapat di atas, sesungguhnya dapat dilihat bagaimana hubungan demokrasi dan
Hak Asasi Manusia. Demokrasi punya keterkaitan yang erat dengan Hak Asasi
Manusia karena sebagaimana dikemukakan tadi, makna terdalam dari demokrasi
adalah kedaulatan rakyat, yaitu rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan politik
tertinggi dalam suatu negara. Posisi ini berarti, secara langsung
menyatakan adanya jaminan terhadap hak sipil dan politik rakyat (Konvenan Hak
Sipil dan Politik), pada dasarnya dikonsepsikan sebagai rakyat atau warga
negara untuk mencapai kedudukannya sebagai penentu keputusan politik
tertinggi. Dalam persepktif kongkret ukuran untuk menilai demokratis atau
tidaknya suatu negara, antara lain; berdasarkan jawaban atas pertanyaan
seberapa besarkah tingkat kebebasan atau kemerdekaan yang dimiliki oleh atau
diberikan kepada warga Negara di Negara itu ? Makin besar tingkat
kebebasan, kemerdekaan dimaksudkan di sini adalah kebebasan, kemerdekaan dan
hak sebagaimana dimasukkan dalam kategori Hak-Hak Asasi Manusia generasi
pertama. Misalnya, kebebasan untuk menyatakan pendapat, kemerdekaan untuk
menganut keyakinan politik, hak untuk diperlakukan sama dihadapan hukum.
Hanya
kemudian patut dijelaskan lebih lanjut, bahwa persoalan demokrasi bukanlah
sebatas hak sipil dan politik rakyat namun dalam perkembangannya, demokrasi
juga terkait erat dengan sejauh mana terjaminnya hak-hak ekonomi dan sosial dan
budaya rakyat. Sama sebagaimana parameter yang dipakai di dalam Hak
Asasi Manusia generasi pertama (hak sipil dan politik), maka dalam perspektif
yang lebih kongkret negara demokratis juga diukur dari sejauh mana negara
menjamin kesejahteraan warga negaranya, seberapa rendah tingkat pengangguran
dan seberapa jauh negara menjamin hak-hak warga negara dalam mendapatkan
penghidupan yang layak. Hal inilah yang secara langsung ataupun tidak
langsung menegaskan bagaimana hubungan yang terjalin antara demokrasi dan Hak
Asasi Manusia. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, Hak Asasi Manusia
akan terwujud dan dijamin oleh negara yang demokratis dan demikian sebaliknya,
demokrasi akan terwujud apabila negara mampu manjamin tegaknya Hak Asasi
Manusia. Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait
dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang
memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan
hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini
berarti bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi
konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari
konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena
konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Oleh
karena itu tidak terlalu keliru jika Francis Fukuyama mengatakan bahwa “sejarah
telah berakhir (the end of history)”, manakala harus menjelaskan fenomena yang
demikian. Dengan diadopsinya system nilai demokrasi, terutama liberal, maka
secara langsung dan tidak langsung, telah mengakhiri sebuah evolusi persaingan
antara dua ideology besar di dunia, yakni demokrasi liberal yang berdasarkan
ekonomi pasar, di satu pihak, melawan komunisme serta sentralisme ekonomi di
pihak lain, dengan ideology yang disebut pertama sebagai pemenangnya, dimasa
yang lalu soviet dan AS adalah kubu yg selalu bertikai, bipolar, amerika yang
pro kebebasan dan soviet yang anti kekerasan, tapi sekarang sudah bubar jadi
dunia sekarang seolah olah miring memihak kepada ide kebebasan, yang oleh
fukuhiyama disebut the end of history ( tdk ada lagi otoritarian isu) [2] Pada saat yang sama, mereka
melihat banyak negara barat atau Negara non-barat lainnya yang menerapkan
system demokrasi liberal, mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pada tahap
inilah pikiran-pikiran demokrasi liberal mencuat ke permukaan. Apa yang disebut
sebagai Gelombang Demokrasi Ketiga, telah menjadi warna dominan dari wacana
bernegara di seluruh dunia. Meski Huntington mengingatkan bahwa tidak berarti
semuanya akan berjalan dengan mulus, namun fenomena global sekarang mengarah
pada apa yang dikatakan Fukuyama tersebut di atas, “The End of History”.
Dibuat oleh : Shamaratul Fuadi
Mata kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Prodi : T. Elektro Industri
Universitas Negeri Padang