1. PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT J. PIAGET
Jean Piaget (1896-1980) adalah seorang
filsuf, ilmuwan, dan psikolog perkembangan asal Swiss. Hasil penelitiannya yang
sangat terkenal adalah tentang perkembangan kognitif anak.
Piaget menyusun teori perkembangan kognitif
ke dalam serangkaian tahapan. 1) Masa Infancy; 2) Pra Sekolah; 3) Anak-anak; 4)
Remaja. Setiap tahapan ini mempunyai ciri dari struktur kognitif umum yang
mempengaruhi semua pemikiran anak.
Tahap
Sensorimotor (0 - 2 tahun)
Tahap ini bayi mengalami dunianya melalui
gerak inderanya dan gerakan tubuh mereka. Satu tanda dari perkembangan ini
adalah memahami objek tetap / permanen. Bayi berkembang dengan cara merespon
kejadian dengan gerak refleks atau pola kesiapan. Mereka belajar melihat diri
mereka sebagai bagian dari objek yang ada di lingkungan. Tahap sensorimotor
adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini
menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam
sub-tahapan:
·
Skema refleks, muncul saat lahir sampai usia
enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
·
Fase reaksi sirkular primer, dari usia enam
minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan.
·
Fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara
usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi
antara penglihatan dan pemaknaan.
·
Koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul
dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk
melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau
dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
·
Fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam
usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan
penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
·
Awal representasi simbolik, berhubungan
terutama dengan tahapan awal kreativitas
Tahapan
Pra Operasional. (2 - 7 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari
empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa
setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi
psikologis muncul. Pada tahap ini, penambahan dan pengurangan dalam
hitung-hitungan bukan merupakan aktivitas yang mudah. Konkrit operasional anak
mengenal bahwa ada hubungan antara angka-angka dan bahwa operasi dapat dilaksanakan
menurut aturan tertentu. Pada tahap ini anak menunjukkan permulaan dari
kapasitas logika orang-orang dewasa. Mereka mengerti aturan dasar dari logika.
Bagaimanapun juga, proses berfikir, atau operasi, pada umumnya melibatkan objek
yang kelihatan (konkrit) daripada ide yang abstrak. Egosentrisme pada tahap ini
sudah mulai berkurang. Kemampuan mereka untuk menggunakan peran dari orang lain
dan melihat dunia, dan mereka sendiri, dari perspektif orang-orang lain sudah
berkembang dengan pesat. Mereka mengenal bahwa orang melihat sesuatu dengan
cara yang berbeda, karena perbedaan situasi dan perbedaan nilai. Mereka dapat
fokus pada lebih dari satu dimensi pada beberapa waktu. Pada tahap ini juga
sudah menunjukkan pemahaman akan hukum kekekalan (konservasi)
Tahapan
Operasional Konkret. (7-12 tahun)
Tingkat operasi formal merupakan tahapan
terakhir dari skema Piaget, yang merupakan tingkatan dari kedewasaan kognitif.
Formal operational biasanya dimulai pada masa pubertas, sekitar umur 11 atau 12
tahun. Akan tetapi tidak semua anak memasuki tingkatan ini pada saat pubertas,
dan beberapa orang tidak pernah mencapainya. Tugas utama pada tahap ini
meliputi kemampuan klasifikasi, berpikir logis, dan kemampuan hipotetis. Ada
beberapa feature yang memberi remaja kapasitas lebih besar untuk memanipulasi
dan menghargai lingkungan luar dan dunia imajinasi yang mencakup pemikiran
hipotetis, penyelesaian masalah yang sistematis, kemampuan untuk menggunakan
simbol dan pemikiran deduksi. Remaja dapat memproyeksikan dirinya pada situasi
yang melebihi pengalaman mereka saat itu, dan untuk alasan itu, mereka
terbungkus dalam fantasi yang panjang.
Tahapan
Operasional Formal. (12 tahun ke atas)
Tahap ini mulai dialami anak dalam usia
sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik
tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada gradasi abu-abu di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan
ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya),
menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral,
perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak
sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran
dari tahap operasional konkrit.
2.
PERKEMBANGAN MOTORIK MENURUT ERIK
ERIKSON (1902-1994)
Erikson
mengembangkan teori psikososial sebagai pengembangan teori psikoanalisis dari
Freud. Di dalam teori psikososial disebutkan bahwa tahap perkembangan individu
selama siklus hidupnya, di¬bentuk oleh pengaruh sosial yang berinteraksi dengan
individu yang menjadi matang secara fisik dan psikologis.
Inti teori Erik Erikson, yaitu:
·
Perkembangan
emosional sejajar dengan pertumbuhan fisik.
·
Adanya
interaksi antara pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis.
·
Adanya
keteraturan yang sama antara pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis.
·
Dalam
menuju kedewasaan, perkembangan psikologis, biologis, dan sosial akan menyatu.
·
Pada
setiap saat anak adalah gabungan dari organisme, ego, dan makhluk sosial.
·
Perkembangan
manusia dari sejak lahir hingga akhir hayat dibagi dalam 8 fase, dengan
tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada setiap fase.
Prinsip – prinsip pertumbuhan dan
perkembangan :
1.
Tumbang manusia akna berjalan sesuai dengan yang diprediksikan, berkelanjutan
dan berurutan.
2. Tumbang neuromuskular mengikuti / sesuai dengan pola cephalo-caudal atau proximodistal
3. Setiap perkembangan terkini adalah diyakini sebagai tanda telah selesainya tugas perkembangan yang sebelumnya, dan sebagai dasar untuk mengembangankan keahlian baru.
4. Tumbang mungkin untuk sementara akan gagal atau menurun selama periode kritis
5. Pola tumbang setiap individu berbeda tergantung genetik. Lingkungan yang mempengaruhi selama masa kritis
2. Tumbang neuromuskular mengikuti / sesuai dengan pola cephalo-caudal atau proximodistal
3. Setiap perkembangan terkini adalah diyakini sebagai tanda telah selesainya tugas perkembangan yang sebelumnya, dan sebagai dasar untuk mengembangankan keahlian baru.
4. Tumbang mungkin untuk sementara akan gagal atau menurun selama periode kritis
5. Pola tumbang setiap individu berbeda tergantung genetik. Lingkungan yang mempengaruhi selama masa kritis
Perkembangan Psikososial ( Erik
Erikson )
Erik
Erikson (1902-1994) mengatakan bahwa terdapat delapan tahap perkembangan
terbentang ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-masing tahap terdiri
dari tugas perkembangan yang khas dan mengedepankan individu dengan suatu
krisis yang harus dihadapi. Bagi Erikson, krisis ini bukanlah suatu bencana,
tetapi suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi. Semakin
berhasil individu mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangan mereka.
Berikut adalah beberapa tahap krisis perkembangan menurut Erik Erikson:
Percaya vs tidak percaya (0-1
tahun)
·
Pada
tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik orangtua
maupun orang yang mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.
·
Apabila
hubungan ibu dan anak tidak berkualitas akan timbul rasa tidak aman dan
selanjutnya tidak percaya terhadap dunia luar ataupun sesama manusia sehingga
timbul kecurigaan dasar.
·
Apabila
tidak memperoleh kepercayaan dasar akan timbul gangguan
kepribadian/skizofrenia.
·
Apabila
tidak memperoleh kepercayaan terhadap dunia luar akan mengalami kepribadian
skizoid, yaitu hanya melihat dirinya sendiri (introvert) dan akan terjadi
depresi apabila stres.
Tahap Kemandirian (Otonomi) vs
Perasaan Malu dan Keragu-raguan ( 2 – 3 tahun)
Anak
sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tumbuh kembang seperti dalam
motorik kasar,halus : berjinjit , memanjat, berbicara dll.
Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan kemamdirian atau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.
Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan kemamdirian atau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.
Tahap inisiatif vs rasa bersalah
(3 – 6 tahun )
·
Anak
akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam
melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya. Hasil akhir yang diperoleh
adalah kemampuan untuk
menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya.
menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya.
·
Apabila
dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada
diri anak.
Berkarya vs Rasa Rendah Diri (6 –
11 tahun)
Fase ini
kurang lebih sejajar dengan fase laten menurut Freud. Anak mulai memasuki
pendidikan formal. Anak berusaha merebut per¬hatian dan penghargaan atas
karyanya.
Hal-hal
penting yang perlu diketahui pada fase ini bahwa pada diri anak akan dijumpai:
—> Belajar menyelesaikan tugas yang diberikan guru atau orang lain.
—> Mulai timbul rasa tanggung jawab.
—> Mulai senang belajar bersama.
—> Timbul perasaan rendah diri apabila dirinya kurang mampu dibanding temannya.
—> Belajar menyelesaikan tugas yang diberikan guru atau orang lain.
—> Mulai timbul rasa tanggung jawab.
—> Mulai senang belajar bersama.
—> Timbul perasaan rendah diri apabila dirinya kurang mampu dibanding temannya.
Identitas vs Kekacauan Identitas
( mulai 12 tahun)
Fase ini
sejajar dengan fase remaja menurut Freud. Pada fase ini dijumpai hal-hal
sebagai berikut.
—> Berakhirnya fase kanak-kanak dan memasuki fase remaja.
—> Pertumbuhan fisik yang pesat dan mencapai taraf dewasa.
—> Orang tua sebagai figur identifikasi mulai luntur dan mencari figur identifikasi lain.
—> Mulai ragu terhadap nilai-nilai yang selama ini diyakini dan dianutnya.
—> Sering terjadi konflik pada saat mencari identitas diri sehingga apa yang dialami pada fase anak muncul kembali.
—> Dalam mencari identitas diri, anak sering mencoba berbagai ma¬cam peran untuk mencari peran yang cocok dengan dirinya.
—> Sikap coba-coba ini tidak jarang menjerumuskan remaja ke hal-hal negatif.
—> Kebingungan peran diri dapat menimbulkan kelainan peri¬laku, yaitu kenakalan remaja dan mungkin juga psikotik.
—> Berakhirnya fase kanak-kanak dan memasuki fase remaja.
—> Pertumbuhan fisik yang pesat dan mencapai taraf dewasa.
—> Orang tua sebagai figur identifikasi mulai luntur dan mencari figur identifikasi lain.
—> Mulai ragu terhadap nilai-nilai yang selama ini diyakini dan dianutnya.
—> Sering terjadi konflik pada saat mencari identitas diri sehingga apa yang dialami pada fase anak muncul kembali.
—> Dalam mencari identitas diri, anak sering mencoba berbagai ma¬cam peran untuk mencari peran yang cocok dengan dirinya.
—> Sikap coba-coba ini tidak jarang menjerumuskan remaja ke hal-hal negatif.
—> Kebingungan peran diri dapat menimbulkan kelainan peri¬laku, yaitu kenakalan remaja dan mungkin juga psikotik.
Keintiman vs Isolasi ( dewasa
awal )
Dapat
disejajarkan dengan fase dewasa awal, yaitu berakhirnya fase remaja. Hal-hal
penting pada fase ini, yaitu:
a. Terjadi hubungan yang intim dengan pasangannya.
b. Terjadi hubungan tertutup dengan kedua orang tuanya.
a. Terjadi hubungan yang intim dengan pasangannya.
b. Terjadi hubungan tertutup dengan kedua orang tuanya.
Perhatian terhadap Apa yang
Diturunkan vs Kemandekan (dewasa tengah)
Hal-hal
yang penting pada fase ini, yaitu:
—> Adanya perhatian terhadap keturunan.
—> Adanya perhatian terhadap apa yang dihasilkan (produk-¬produk).
—> Adanya perhatian terhadap ide-ide.
—> Pembentukan garis pedoman untuk generasi mendatang.
—> Tumbuh nilai pemeliharaan, yang ditandai dengan adanya kepedulian, keinginan memberi perhatian, berbagi dan mem¬bagi pengetahuan, serta pengalaman kepada orang lain.
—> Apabila pada fase ini pembentukan garis pedoman untuk generasi yang akan datang lemah, individu akan mengalami kemiskinan, kemunduran bahkan mungkin mengalami ke¬mandekan kepribadian.
—> Tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah kreati¬vitas berperan sebagai orang tua.
—> Adanya perhatian terhadap keturunan.
—> Adanya perhatian terhadap apa yang dihasilkan (produk-¬produk).
—> Adanya perhatian terhadap ide-ide.
—> Pembentukan garis pedoman untuk generasi mendatang.
—> Tumbuh nilai pemeliharaan, yang ditandai dengan adanya kepedulian, keinginan memberi perhatian, berbagi dan mem¬bagi pengetahuan, serta pengalaman kepada orang lain.
—> Apabila pada fase ini pembentukan garis pedoman untuk generasi yang akan datang lemah, individu akan mengalami kemiskinan, kemunduran bahkan mungkin mengalami ke¬mandekan kepribadian.
—> Tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah kreati¬vitas berperan sebagai orang tua.
Integritas vs Keputusasaan
(dewasa lanjut)
Integritas
adalah keberhasilan dalam menyesuaikan diri terhadap keberhasilan dan kegagalan
dalam hidup. Hal-hal yang perlu dimengerti pada fase ini, yaitu:
—> Apabila integritas tercapai, individu akan dapat menikmati ke¬untungan dari ketujuh tahap sebelumnya dan merasa bahwa kehidupan itu bermakna.
—> Individu menyadari gaya hidup individu lain, namun ia tetap memelihara dan mempertahankan gaya hidupnya sendiri.
—> Gaya hidup dan integritas kebudayaan merupakan warisan jiwa.
—> Dapat timbul juga keputusasaan dalam menghadapi perubah¬an siklus kehidupan, kondisi sosial dan historis, dan kefanaan hidup di hadapan kekekalan hidup (kematian) sehingga ka¬dang-kadang timbul perasaan bahwa hidup tidak berarti bah¬wa ajal sudah dekat, ketakutan atau bahkan keinginan untuk mati.
—> Tugas perkembangan yang harus diselesaikan, seperti penye¬suaian terhadap perubahan-perubahan dalam siklus hidupnya dan menyiapkan diri untuk menuju alam baka (kematian).
—> Apabila integritas tercapai, individu akan dapat menikmati ke¬untungan dari ketujuh tahap sebelumnya dan merasa bahwa kehidupan itu bermakna.
—> Individu menyadari gaya hidup individu lain, namun ia tetap memelihara dan mempertahankan gaya hidupnya sendiri.
—> Gaya hidup dan integritas kebudayaan merupakan warisan jiwa.
—> Dapat timbul juga keputusasaan dalam menghadapi perubah¬an siklus kehidupan, kondisi sosial dan historis, dan kefanaan hidup di hadapan kekekalan hidup (kematian) sehingga ka¬dang-kadang timbul perasaan bahwa hidup tidak berarti bah¬wa ajal sudah dekat, ketakutan atau bahkan keinginan untuk mati.
—> Tugas perkembangan yang harus diselesaikan, seperti penye¬suaian terhadap perubahan-perubahan dalam siklus hidupnya dan menyiapkan diri untuk menuju alam baka (kematian).
TUGAS
PERKEMBANGAN ANAK
Perkembangan
fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik merupakan
perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir
antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik
meliputi motorik kasar dan halus.
Motorik
kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar
atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.
Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan
sebagainya.
Motorik
halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota
tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun
balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat
penting agar anak bisa berkembang dengan optimal.
Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau kematangan fisik anak, Teori yang menjelaskan secara detail tentang sistematika motorik anak adalah Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.
Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau kematangan fisik anak, Teori yang menjelaskan secara detail tentang sistematika motorik anak adalah Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.
Teori
tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan sesuatu,
mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru, kemampuan baru tersebut
merupakan hasil dari banyak factor, yaitu perkembangan system syaraf, kemampuan
fisik yang memungkinkannya untuk bergerak, keinginan anak yang memotivasinya
untuk bergerak, dan lingkungan yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik.
Misalnya, anak akan mulai berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi
kaki cukup kuat menopang tubuhnya dan anak sendiri ingin berjalan untuk
mengambil mainannya.
Perkembangan
Motorik Kasar dan Motorik Halus :
1.Perkembangan Motorik Kasar
Tugas perkembangan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh, seperti berlari, berjinjit, melompat, bergantung, melempar dan menangkap,serta menjaga keseimbangan. Kegiatan ini diperlukan dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada anak usia 4 tahun, anak sangat menyenangi kegiatan fisik yang menantang baginya, seperti melompat dari tempat tinggi atau bergantung dengan kepala menggelantung ke bawah. Pada usia 5 atau 6 tahun keinginan untuk melakukan kegiatan tersebut bertambah. Anak pada masa ini menyenangi kegiatan lomba, seperti balapan sepeda, balapan lari atau kegiatan lainnya yang mengandung bahaya.
Tugas perkembangan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh, seperti berlari, berjinjit, melompat, bergantung, melempar dan menangkap,serta menjaga keseimbangan. Kegiatan ini diperlukan dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada anak usia 4 tahun, anak sangat menyenangi kegiatan fisik yang menantang baginya, seperti melompat dari tempat tinggi atau bergantung dengan kepala menggelantung ke bawah. Pada usia 5 atau 6 tahun keinginan untuk melakukan kegiatan tersebut bertambah. Anak pada masa ini menyenangi kegiatan lomba, seperti balapan sepeda, balapan lari atau kegiatan lainnya yang mengandung bahaya.
2. Perkembangan Gerakan Motorik
Halus
Perkembangan
motorik halus anak taman kanak-kanak ditekankan pada koordinasi gerakan motorik
halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu
objek dengan menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan
motorik halus anak sangat berkembang, bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian
anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi
suatu bangunan. Hal ini disebabkan oleh keinginan anak untuk meletakkan balok
secara sempurna sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu sendiri. Pada
usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus berkembang pesat. Pada
masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti
mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan, dan tubuh secara
bersamaan,antara lain dapat dilihat pada waktu anak menulis atau menggambar.
3. PERKEMBANGAN MORAL MENURUT KOHLBERG
(1927-1983)
A. Makna
Perkembangan Moral
Perkembangan
sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota
masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung
sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses
pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi
dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan
merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur
fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku
sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku
moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang
diperlukan.
Seperti
dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan moral
selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil
perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya
belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan
masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan
siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral,
agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam
masyarakat.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini paling menonjol dan layak dijadikan rujukan adalah :
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini paling menonjol dan layak dijadikan rujukan adalah :
1.
Aliran teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence
Kohlberg.
2. Aliran
teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Salah satu teori perkembangan moral adalah teori menurut Kohlberg.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Salah satu teori perkembangan moral adalah teori menurut Kohlberg.
B.
Teori Perkembangan Moral Menurut
Kohlberg.
Menurut
teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama
pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg
mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan
Piaget. Menurut Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan
wawancara yang unik dengan anak-anak. Dalam wawancara , anak-anak diberi
serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya menghadapi dilema-dilema moral.
Berikut ini ialah dilema Kohlberg yang paling populer:
” Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan 1 dosis obat ia membayar $ 200 dan menjualnya $2.000. Suami pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia hanya dapat mengumpulkan $1.000 atau hanya setengah dari harga obat. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau membolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata ”tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.”
” Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan 1 dosis obat ia membayar $ 200 dan menjualnya $2.000. Suami pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia hanya dapat mengumpulkan $1.000 atau hanya setengah dari harga obat. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau membolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata ”tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.”
Cerita
ini adalah salah satu dari 11 cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak yang
menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral.
Haruskah Heinz mencuri obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah?
Pataskah suami yang baik itu mencuri? Dll. Berdasarkan penalaran-penalaran yang
diberikan oleh responden dalam merespon dilema moral ini dan dilema moral lain.
Dengan adanya cerita di atas menurut Kohlberg menyimpulkan terdapat 3 tingkat
perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh 2 tahap.
Konsep
kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg , ialah
internalisasi yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan
secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut :
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut :
Tingkat Satu : Penalaran
Prakonvensional
Penalaran
Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi
nilai-nilai moral- penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan dikontrol oleh orang lain
(eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah dan tingkah laku
yang buruk mendapatkan hukuman.
Tahap
I. Orientasi hukuman dan ketaatan
Yaitu :
tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman
dan anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
Tahap
II. Individualisme dan tujuan
Pada
tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)dan kepentingan
sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk
kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik
dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
Tingkat dua : Penalaran
Konvensional
Penalaran
Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah dimana
seseorang tersebut menaati stándar-stándar (Internal)tertentu, tetapi mereka
tidak menaati stándar-stándar orang lain (eksternal)seperti orang tua atau
aturan-aturan masyarakat.
Tahap
III. Norma-norma Interpersonal
Yaitu :
dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang
lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak
mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai yang terbaik.
Tahap
IV. Moralitas Sistem Sosial
Yaitu :
dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial,
hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
Tingkat tiga : Penalaran
Pascakonvensional
Yaitu :
Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan
dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal
tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian
memutuskan berdasarkan suatu kode.
Tahap
V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual
Yaitu :
nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat
berbeda dari satu orang ke orang lain.
Tahap
VI. Prinsip-prinsip Etis Universal
Yaitu :
seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak
manusia universal. Dalam artian bila sseorang itu menghadapi konflik antara
hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati.
Pada
perkembangan moral menurut Kohlberg menekankan dan yakin bahwa dalam ketentuan
diatas terjadi dalam suatu urutan berkaitan dengan usia. Pada masa usia sebelum
9 tahun anak cenderung pada prakonvensional. Pada masa awal remaja cenderung
pada konvensional dan pada awal masa dewasa cenderung pada pascakonvensional.
Demikian hasil teori perkembangan moral menurut kohlberg dalam psikologi umum.
Ketika
kita khususkan dalam memandang teori perkembangan moral dari sisi pendidikan
pada peserta didik yang dikembangkan pada lingkungan sekolah maka terdapat 3
tingkat dan 6 tahap yaitu:
Tingkat Satu : Moralitas
Prakonvensional
Yaitu :
ketika manusia berada dalam fase perkembangan prayuwana mulai dari usia 4-10
tahun yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.Yang man
dimasa ini anak masih belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi
sosial.
Pada tingkat pertama ini terdapat
2 tahap yaitu :
Tahap
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman.
Adalah
penalaran moral yang yang didasarkan atas hukuman dan anak-anak taat karena
orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Dengan kata lain sangat
memperhatikan ketaatan dan hukum. Dalam konsep moral menurut Kohlberg ini anak
menentukan keburukan perilaku berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan
tersebut. Sedangkan perilaku baik akan dihubungkan dengan penghindaran dari
hukuman.
Tahap
2. Memperhatikan Pemuasan kebutuhan.
Yang
bermakna perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan keinginan dan kebutuhan
sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain.
Tingkat dua : Moralitas
Konvensional
Yaitu
ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan yuwana pada usia
10-13 tahun yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
Pada Tingkat II ini terdapat 2
tahap yaitu :
Tahap
3. Memperhatikan Citra Anak yang Baik
-Maksudnya
: anak dan remaja berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral agar dapat
memperoleh persetujuan orang dewasa, bukan untuk menghindari hukuman.
- Semua
perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya, jadi ada perkembangan
kesadaran terhadap perlunya aturan. Dalam hal ini terdapat pada pendidikan
anak.
Pada
tahap 3 ini disebut juga dengan Norma-Norma Interpernasional ialah : dimana
seseorang menghargai kebenaran, keperdulian, dan kesetiaan kepada orang lain
sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi
standar-standar moral orang tuanya sambil mengharapkan dihargai oleh orang
tuanya sebagi seorang anak yang baik.
Tahap
4. Memperhatikan Hukum dan Peraturan.
· Anak
dan remaja memiliki sikap yang pasti terhadap wewenang dan aturan.
· Hukum
harus ditaati oleh semua orang.
Tingkat Tiga : Moralitas
Pascakonvensional
Yaitu
ketika manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan pascayuwana dari
mulai usia 13 tahun ke atas yang memandang moral lebih dari sekadar kesepakatan
tradisi sosial. Dalam artian disini mematuhi peraturan yang tanpa syarat dan
moral itu sendiri adalah nilai yang harus dipakai dalam segala situasi.
Pada
perkembangan moral di tingkat 3 terdapat 2 tahap yaitu :
Tahap 5. Memperhatikan Hak Perseorangan.
·
Maksudnya dalam dunia pendidikan itu lebih baiknya adalah remaja dan dewasa
mengartikan perilaku baik dengan hak pribadi sesuai dengan aturan ddan patokan
sosial.
·
Perubahan hukum dengan aturan dapat diterima jika ditentukan untuk mencapai
hal-hal yang paling baik.
·
Pelanggaran hukum dengan aturan dapat terjadi karena alsan-alasan tertentu.
Tahap
6. Memperhatikan Prinsip-Prinsip Etika
·
Maksudnya : Keputusan mengenai perilaku-pwerilaku sosial berdasarkan atas
prinsip-prinsip moral, pribadi yang bersumber dari hukum universal yang selaras
dengan kebaikan umum dan kepentingan orang lain.
·
Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat meskipun
sewaktu-waktu berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk menetapkan aturan
sosial. Contoh : Seorang suami yang tidak punya uang boleh jadi akan mencuri
obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya dengan keyakinan bahwa melestarikan
kehidupan manusia merupakan kewajiban moral yang lebih tinggi daripada mencuri
itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar